Barker, Bajak Laut, dan Para Bajingan yang Budiman

Ibe S Palogai
6 min readNov 20, 2022

--

https://www.instagram.com/p/ClJbtxOpmQj/?next=%2Fibespalogai%2F

Proses tidak menghianati hasil. Di dunia fana ini, kita sering mendengar seorang teman membubuhi fotonya dengan caption semacam itu. Atau, kita barang kali pernah mendengar sebuah nasihat, Bekerjalah dengan tekun, bermainlah dengan adil, niscaya kamu akan maju. Oh! Dalam proses kita tumbuh dan belajar menjadi manusia, ada banyak ranjau semacam itu yang ditanam di sekitar kita. Pada batas tertentu, itu adalah ranjau yang baik. Ketika kita menginjaknya, kaki kita masih bisa utuh di badan kita. Namun, di batas mana ranjau semacam itu bisa menghancurkan kita?

Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa relasi yang bisa kita percaya dari proses dan hasil amatlah rapuh. Pfeffer — guru besar dari Stanford Graduate School of Business, memiliki pandangan yang cukup unik. Ia mengatakan bahwa mengelola pendapat atasan tentang diri kita jauh lebih penting daripada kerja keras yang sesungguhnya. Apakah ini terdengar seperti anjuran untuk menjilat atasan? Kita tentu cukup akrab dengan cerita-cerita para penjilat yang berhasil mempertahankan posisi, pekerjaan, atau kesempatan yang mereka dapatkan. Namun, ini akan semakin liar dan parah. Para penjilat bukanlah satu-satunya yang berhasil. orang-orang brengsek juga berhasil. Lalu bagaimana nasib orang-orang yang bekerja keras dan bersikap adil jika yang menikmati tepuk tangan adalah para penjilat dan orang brengsek?

Barker menulis dalam bukunya, mungkin kedengarannya menyedihkan, tetapi kita semua cenderung menangkap kebaikan sebagai kelemahan. Amabile dalam kajiannya yang berjudul Brilliant but Cruel juga menyimpulkan bahwa jika seseorang terlalu baik, kita akan menganggap mereka kurang kompeten. Malah sebenarnya, menjadi orang yang menyebalkan membuat orang lain memandang kita sebagai orang yang lebih berdaya. Mereka yang melanggar aturan dipandang lebih berdaya dibandingkan mereka yang patuh. Dan yang lebih menyakitkan lagi, orang-orang yang menyebalkan bukan saja lebih berhasil; menjadi orang yang baik dan terinjak-injak bisa membuat kita mati. Tidak berkuasa di kantor — tidak punya kendali atau privasi atas pekerjaan adalah faktor resiko yang lebih tinggi untuk penyakit arteri koroner dibandingkan obesitas atau tekanan darh tinggi. merasa digaji terlalu kecil? Itu juga meningkatkan resiko serangan jantung. Sementara itu, menjilat atasan untuk mengurangi stres di tempat kerja akan meningkatkan kebahagiaan maupun kesehatan jasmani.

Superman, Ultraman, bahkan Upin Ipin mengajari kita bahwa kebaikan mengalahkan segalanya. Namun sayangnya, di banyak skenario yang telah dikaji peneliti, kisahnya tidak seindah itu. Sebuah kajian yang berjudul Bad Is Stronger than Good, menunjukkan bahwa di begitu banyak area kehidupan, hal-hal buruk akan berdampak lebih besar dibandingkan hal-hal yang baik.

Lalu mengapa orang brengsek bisa sukses? Beberapa dari mereka memang curang dan jahat, tetapi hal menarik yang bisa dipelajari dari mereka adalah: mereka asertif dalam mengajukan apa yang mereka inginkan dan mereka tidak takut memberitahukan apa yang telah mereka capai kepada orang lain.

Jadi apakah lebih baik menjadi orang brengsek atau sebaliknya? Orang brengsek, menurut Barker, memang menang untuk jangka pendek. Dan seperti koin, pandangan ini tentu punya sisi yang berbeda.

***

Moldova adalah sebuah negara pecahan Uni Soviet. Dan dalam data Ruut Veenhoven — sosiolog Belanda, terkait World Database of Happiness, dalam urusan kebahagian, Moldova berada di urutan terakhir. Pandangan lain tentang Moldova datang dari Eric Weiner. Dalam catatannya, ia menjelaskan bahwa ada banyak sekali siswa yang menyuap guru agar lulus sehingga orang Moldova tidak mau pergi ke dokter yang berusia di bawah tiga puluh lima tahun karena menganggap mereka membeli ijazah kedokterannya. Dengan lain kata, ketika melihat orang lain melakukan kecurangan dan “berhasil”, kita akan melihat kecurangan sebagai norma sosial yang bisa diterima. Apa ini terdengar seperti, tersangka korupsi keluar penjara tetapi tetap kaya raya dan bisa kembali menjadi kepala daerah? Lalu bagaimana caranya menjelaskan kepada mereka yang punya kekuasaan, bahwa korupsi itu bisa menghancurkan dirinya? Sementara ia punya lebih banyak contoh bahwa cara untuk sukses adalah dengan melanggar aturan? Daya sebar dari perilaku buruk di sebuah lingkungan itu liar dan cepat. Lalu, orang-orang baik akan meninggalkan lingkungan itu. Dan orang brengsek yang melakukan kecurangan telah kehilangan lingkungan untuk mencapai keberhasilan karena semua orang telah berubah menjadi predator yang egois dan saling menjatuhkan untuk mencapai tempat terbaik. Dan ironisnya, bahkan jika kita ingin sukses dalam kejahatan, kita membutuhkan sikap untuk saling melindungi, mendukung dan tidak egois.

***

Sejak ratusan tahun yang lalu, para kriminal dengan burung beo di pundaknya telah memberi kita contoh yang nyata. Para bajak laut bisa sangat sukses karena memperlakukan setiap orang yang ada di kapal secara adil, mereka sangat demokratis, saling percaya, dan memiliki sistem ekonomi yang memungkinkan semuanya berjalan dengan baik. Salah satu legenda dunia bajak laut adalah Blackbeard. Oleh Angus Konstam, yang telah lama meneliti tentang legenda dunia laut itu menyimpulkan bahwa, selama karirnya, Blackbeard tidak pernah membunuh satu orang pun. Dan tidak ada catatan tentang orang yang dihukum untuk terjun ke laut.

Lantas mengapa citra bajak laut menyeramkan di kepala banyak orang? Ini ada hubungannya dengan pemasaran. sebagai pebisnis yang menghabiskan banyak waktunya di laut dan dikejar-kejar oleh kepala perang kerajaan, para bajak laut butuh citra yang menyeramkan dan ditakuti. Dari segi bisnis, gambaran buruk ini lebih hemat dibandingkan bajak laut harus berperang setiap ingin merampas target jarahan mereka. Tentu tidak semua bajak laut baik hati dan Blackbeard bukanlah I Tolo’.

Pada awalnya, para bajak laut ini tidak berkumpul untuk melakukan kejahatan. Itu semacam respons yang mereka lakukan atas kejahatan yang terjadi. Para pemilik kapal dagang pada masa itu adalah orang-orang kejam dan banyak kapten kapal yang menyalahgunakan wewenangnya. Dengan lain kata, mereka menjadi bajak laut untuk melawan kejahatan semacam itu dan hasrat untuk melayari lautan tanpa dilecehkan oleh pihak mana pun.

Kapal bajak laut adalah tempat yang sangat demokratis. Semua aturan harus disepakati bersama. Para kapten bisa dikudeta untuk alasan apa pun, dan ini mengubah mereka dari tiran menjadi sesuatu yang mirip pelayan. Satu-satunya momen di mana kapten memiliki wewenang total adalah ketika mereka berada di pertempuran, ketika dibutuhkan keputusan cepat yang menyangkut hidup dan mati. Siapa yang tidak ingin bekerja di tempat yang kita bisa memecat atasan kita dengan cepat ketika mereka melakukan kesalahan dan mengabaikan tugas utamanya untuk memakmurkan setiap orang?

***

Profesor Adam Grant dari Wharton School membuat sebuah metrik kesuksesaan yang membagi orang-orang ke dalam tiga bagian: Pemberi, Pengambil, dan Penyeimbang. Ia dengan cermat, selama bertahun-tahun, mengamati siapa yang berada di bagian paling bawah dalam metrik tersebut. Yap! Betul. Mereka adalah para Pemberi — orang-orang yang memiliki hati yang baik. Namun, ketika Grant memperhatikan, siapa yang berada di bagian atas metrik kesuksesan tersebut? Jawabannya sama, juga para Pemberi.

Para Penyeimbang — orang-orang yang berusaha menjaga keseimbangan antara memberi dan menerima. Dan para Pengambil — orang-orang yang dengan egois selalu berusaha lebih banyak mengambil dan sedikit memberi, berada di bagian tengah. Kira barangkali akrab dengan kisah martir yang rela meninggalkan jalannya sendiri untuk menolong orang lain tetapi gagal memenuhi kebutuhannya sendiri dan akhirnya dieksploitasi oleh para Pengambil.

Ini barangkali berbanding terbalik dengan apa yang ada di bagian awal tulisan ini, bahwa rata-rata orang brengsek jauh lebih sukses. Namun, dalam kenyataannya, Grant melalui kajiannya menunjukkan hasil yang berbeda. di tingkat atas kesuksesan, para Pemberi inilah yang pada akhirnya berhasil dan mampu mempertahankan keberhasilannya untuk jangka waktu yang lebih lama.

Lantas, apa gunanya keberhasilan tanpa kebahagiaan? Inilah yang menjadi pembeda antara Pemberi dan Pengambil. Meskipun sejumlah data menunjukkan bagaimana orang brengsek mendapatkan promosi dan sejumlah hadiah dalam bentuk materi, mereka belum tentu bahagia dalam hidupnya. Lalu bagaimana nasib para Penyeimbang? Mereka adalah orang-orang yang ingin melihat kebaikan dihargai dan kejahatan dihukum. Lalu apa yang membedakan Pemberi yang berada di bagian atas metrik kesuksesan dan mereka yang berada di bawah? Batas.

Pemberi yang benar-benar tidak memikirkan dirinya sendiri dan menghabiskan waktunya untuk menolong orang lain dan dieksploitasi oleh para Pengambil, membuat mereka berkinerja buruk dalam metrik kesuksesan. Dan batas aman bagi Pemberi adalah memastikan mereka tidak memberi secara berlebihan. Kerja-kerja sosial empat jam dalam seminggu? Dengan lain kata, para Pemberi perlu memastikan bahwa menolong orang lain tidaklah menghambat pencapaiannya sendiri.

*Disarikan dari Bab 2 Buku Barking Up The Wrong Tree

--

--

Ibe S Palogai

a reader, a writer, a pirate, and indigenous knowledge enthusiast • hidup tetap berjalan dan kita telah lupa alasannya (GPU, 2024) https://lnk.bio/ibespalogai